Sabtu, 11 November 2017

PENATALAKSANAAN EPULIS FIBROMATOSA (laporan kasus) Ave Claudia Schiffer Mahulae, Edi Karyadi

ABSTRAK
      Epulis fibromatosa adalah pembengkakan gingiva berasal dari iritasi lokal gingiva, yang menimbulkan hiperplasia fibrous. Perawatan yang dapat dilakukan pada kasus epulis fibromatosa adalah eksisi dan gingivektomi. Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas tentang penatalaksanaan epulis fibromatosa pada seorang pasien wanita berusia 23 tahun yang mengalami pembengkakan gingiva pada gigi incisivus lateral, kaninus dan premolar pertama kanan rahang bawahnya. Kunjungan pertama dilakukan initial therapy berupa scaling, polishing dan Dental Health Education (DHE). Hasil kontrol satu minggu kemudian masih terdapat pembengkakan gingiva, sehingga dilakukan corrective therapy yaitu gingivektomi. prosedur gingivektomi antara lain anestesi infiltrasi dengan pehacain, melakukan eksisi, irigasi area kerja dengan larutan saline, scaling dan kuretase, recountouring gingiva, penutupan area pembedahan dengan periodontal pack dan  medikasi. Spesimen yang sudah dieksisi dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan histopatologis. Maintenance therapy dilakukan satu minggu kemudian dengan mengontrol pasien paska gingivektomi. Hasil pemeriksaan subyektif, pasien masih merasa sedikit nyeri. Hasil pemeriksaan obyektif menunjukkan sudah tidak terdapat enlargement gingiva pada gigi regio 42, 43 dan 44, masih terdapat penurunan margin gingiva dan warna kemerahan pada area pasca gingivektomi. Lima bulan kemudian dilakukan kontrol paska gingivektomi kembali. Hasil pemeriksaan subyektif menunjukkan pasien tidak memiliki keluhan. Hasil pemeriksaan obyektif menunjukkan tidak ada pembengkakan gingiva, tidak terdapat penurunan margin gingiva, gingiva berwarna pink dan memiliki kontur stipling.
Kata kunci: epulis fibromatosa, eksisi, gingivektomi.

ABSTRACT
      Fibromatous epulis is a kind of gingival enlargement induced by local iritation, causing fibrous hyperplasia. Treatment choices for this case were excision and gingivectomy. 23 years old female who have been diagnosed by gingival enlargement on right mandible’s lateral incisive, caninus and first right premolar reported on this paper. On the initial fist therapy, scaling, polishing and dental health education was done. On a follow-up after 1 week, the patient had persistent gingival enlargement on the same regio. Treatment planning by excision and gingivectomy has been decided. Gingivectomy procedure including administration of pehacaine by infiltration, excision, irigation, scaling and curretage, gingival recounturing, aplication of periodontal pack and medication was done on the next visit. Specimen of gingival excision was sent to laboratory for histopathological examination. A week later, the patient sheduled for the next follow-up. Subjective examination on the follow-up revealed that the patient still expoeriencing post-surgical pain. Objective examination revealed there was gingival margin reduction and erithematous, but no more gingival enlargement detected on the same regio. Patient were follow up five month later and has no complain. Objective examination revealed there was not enalrgement gingiva and gingival margin reduction, gingiva has pink colour and stipling.
Keywords: epulis fibromatosa, excision, gingivectomy.

PENDAHULUAN
      Epulis adalah pembengkakan gingiva lokal dan jarang merupakan neoplasma.1 Epulis merupakan pertumbuhan gingiva secara lokal, memiliki ciri khas yang dimulai dari papila interdental.2 Macam-macam epulis yaitu granuloma piogenikum merupakan granuloma pada masa kehamilan, epulis fibromatosa atau disebut juga fibrous hyperplasia, calcifying fibroblastic granuloma, peripheral giant cell granuloma, epulis fissuratum atau disebut juga denture hyperplasia.6 Epulis fibromatosa berasal dari iritasi lokal gingiva, yang menimbulkan hiperplasia fibrous.1 Hiperplasia fibrous relatif memiliki vaskularisasi yang sedikit, memiliki tekstur permukaan yang halus dan asimptomatik.2
      Epulis fibromatosa adalah respon dari iritasi lokal kronis akibat adanya bagian dari gigi yang tajam atau adanya kalkulus subgingiva.3,9 Epulis fibromatosa merupakan kasus yang sering ditemukan.1 Epulis Fibromatosa sering dijumpai pada orang dewasa terutama pada gingiva, bibir dan mukosa bagian bukal. Lokasi lainnya yang umum terjadi yaitu pada perbatasan lidah bagian lateral.4 Secara klinis epulis fibromatosa terlihat sebagai pembengkakan lokal pada gingiva yang dimulai dari interdental papila regio gigi depan, keras dan berwarna pink kemerahan.1 Epulis fibromatosa tidak memberikan rasa sakit, akan tetapi dapat mengganggu estetik dan pengunyahan saat makan.5 Gambaran histopatologis, epitelium dapat tetap utuh, hiperkeratosis atau menunjukkan ulserasi. Epitelium melapisi massa padat yang terdapat pada lapisan bawah, jaringan penghubung yang fibros tersusun oleh sejumlah serat kolagen dengan gambaran mirip jaringan parut.4 Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah biopsi eksisional dan radiografi.1 Penatalaksanaan pada epulis fibromatosa meliputi eksisi dan recounturing gingiva (gingivektomi).3 Tahapan dari penatalaksanaan pada epulis fibromatosa meliputi membuang semua iritatan lokal, eksisi jaringan, scaling dan kuretase, pemakaian periodontal pack dan instruksi kepada pasien untuk menjaga oral hygiene selama di rumah.7

LAPORAN KASUS
      Seorang wanita 23 tahun datang ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta mengeluhkan terdapat benjolan besar pada gusi depan rahang bawahnya dan ingin dirawat. Benjolan pada awalnya kecil, kemudian membesar dan terasa mengganggu. Pasien merasakan adanya benjolan sejak 1 tahun yang lalu.  Menurut keterangan pasien tidak merasakan sakit pada benjolan tersebut dan belum pernah memberikan perawatan apapun. Pasien menyangkal menderita penyakit sistemik. Pasien memiliki alergi terhadap amoxicilin dan penisilin. Saat ini pasien tidak sedang mengkonsumsi obat dan tidak sedang dalam perawatan dokter. Hasil pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan intraoral terdapat nodul ± 3 cm, immobile, kemerahan, keras, tidak sakit, tidak berdarah saat palpasin pada gingiva regio gigi 42, 43 dan 44, OHI 3,83 (kategori sedang) dan plaque control record 77,5%. Hasil pemeriksaan radiografi menggunakan rontgen panoramik tidak ditemukan adanya keterlibatan tulang. Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan radiografi didapatkan diffetential diagnosis berupa enlargement gingiva dan epulis, sehingga rencana perawatan yang dilakukan adalah eksisi dan gingivektomi.
 







A

B

C


D




E

F


G


Gambar 1. A. Gambar epulis fibromatosa; B. Gambar rontgen panoramik tidak ditemukan adanya keterlibatan tulang pada gigi regio 42, 43 dan 44; C. Gambar eksisi gingiva regio gigi 42, 43 dan 44; D. Gambar scaling dan kuretase; E. Gambar spesimen hasil eksisi; F. Gambar gingiva kontrol pasca gingivektomi satu minggu; G. Gambar gingiva kontrol pasca gingivektomi lima bulan.

      Perawatan gingivektomi dilakukan dengan persetujuan pasien. Kunjungan pertama dilakukan initial therapy berupa scaling, polishing dan Dental Health Education (DHE). Hasil kontrol satu minggu kemudian masih terdapat pembengkakan gingiva, oral hygiene index (OHI) yaitu 0,6 (kategori baik) dan plaque control record 15%, sehingga dilakukan corrective therapy yaitu gingivektomi. Prosedur gingivektomi antara lain anestesi infiltrasi dengan pehacain, melakukan eksisi, irigasi area kerja dengan larutan saline, scaling dan kuretase, recountouring gingiva, penutupan area pembedahan dengan periodontal pack dan pemberian antibiotik ciprofloxacin 500mg 2x1 dan analgesik cataflam 50mg 2x1. Spesimen yang sudah dieksisi dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan histopatologis.

      Hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan bahwa secara makroskopis terdapat jaringan ukuran 2x1, 5x1 cm, putih kecoklatan dan kenyal. Penampang putih semua cetak dibelah. Secara mikroskopis menunjukkan bahwa jaringan dilapisi epitel skuamous kompleks dengan parakeratosis, akantosis dan papilomatosis. Subepitel didapatkan banyak jaringan fibrosis, jaringan granulasis dan massa miksoid disebuk sel plasma, limfosit dan makrofag. Didapatkan fibrosis hialinisasi luas. Tidak didapatkan tanda keganasan. Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang dapat disimpulkan bahwa diagnosis untuk pasien tersebut adalah epulis fibromatosa.
      Maintenance therapy dilakukan satu minggu kemudian dengan mengontrol pasien paska gingivektomi. Hasil pemeriksaan subyektif menunjukkan pasien masih merasa sedikit nyeri. Hasil pemeriksaan objektif menunjukkan sudah tidak terdapat enlargement gingiva pada gigi regio 42, 43 dan 44, masih terlihat penurunan margin gingiva dan warna kemerahan pada area pasca gingivektomi. Lima bulan kemudian dilakukan kontrol kembali, pasien sudah tidak memiliki keluhan. Hasil pemeriksaan obyektif menunjukkan tidak ada pembengkakan gingiva, tidak terdapat penurunan margin gingiva, gingiva berwarna pink dan memiliki kontur stipling. Hasil pemeriksaan obyektif menunjukkan tidak ada pembengkakan gingiva, tidak terdapat penurunan margin gingiva, gingiva berwarna pink dan memiliki kontur stipling.

PEMBAHASAN
      Berbagai pembengkakan pada gusi secara klinis dapat mengarah kepada epulis. Epulis biasanya merupakan hasil dari hiperplasi gingiva akibat iritasi pada gingiva. Fibrous inflammatory hyperplasia disebut juga sebagai epulis fibromatosa.5 Epulis fibromatosa adalah lesi yang tidak terasa sakit, akan tetapi dapat mengganggung estetik dan pengunyahan saat makan.8 Pada tanggal 09 Desember 2016 telah dilakukan perawatan gingivektomi pada epulis fibromatosa di regio gigi 42, 43 dan 44. Indeks oral hygiene (OHI) pasien termasuk dalam kategori sedang yaitu 3,83 dan plaque control record sebesar 77,5%. Hasil pemeriksaan klinis didapatkan pembengkakan pada regio gigi 42, 43 dan 44 berbentuk nodule ± 3 cm, immobile, kemerahan, keras, tidak sakit dan tidak berdarah saat palpasi. Hasil rontgen panoramik tidak ditemukan adanya keterlibatan tulang, sehingga differential diagnosis pada kasus ini adalah enlargement gingiva dan epulis. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu pemeriksaan histopatologis untuk menegakkan diagnosis.
     Perawatan epulis fibromatosa dilakukan melalui empat fase terapi yaitu initial therapy, corrective therapy dan maintenance therapy.11 Initial therapy dilakukan pada kunjungan pertama yaitu dengan scaling, polishing dan dental health education (DHE). Corrective therapy dilakukan satu minggu kemudian dengan melakukan gingivektomi. Prosedur gingivektomi antara lain anestesi infiltrasi menggunakan pehacain, eksisi jaringan, irigasi area kerja dengan larutan saline, scaling dan kuretase, recountouring gingiva, penutupan area pembedahan dengan periodontal pack dan medikasi.2 Biopsi eksisional dilakukan untuk pemeriksaan penunjang. Biopsi eksisional memiliki keuntungan lebih dari biopsi insisional yaitu dalam sebagian besar kasus lesi diangkat secara permanen dan tidak tertinggal sebagai suatu kecemasan yang terus menerus dari pasien maupun dokter gigi.7 Prognosis dari kasus ini adalah baik karena tidak ada keterlibatan tulang, oral hygiene terkontrol, perdarahan saat gingivektomi terkontrol, tidak ada faktor sistemik dan pasien kooperatif.11
      Spesimen dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan histopatologis. Hasil pemeriksaan histopatologis didapatkan bahwa secara makroskopis terdapat jaringan ukuran 2x1, 5x1 cm, putih kecoklatan dan kenyal. Penampang putih semua cetak dibelah. Secara mikroskopis menunjukkan bahwa jaringan dilapisi epitel skuamous kompleks dengan parakeratosis, akantosis dan papilomatosis. Subepitel didapatkan banyak jaringan fibrosis, jaringan granulasis dan massa miksoid disebuk sel plasma, limfosit dan makrofag. Didapatkan fibrosis hialinisasi luas. Tidak didapatkan tanda keganasan. Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang dapat disimpulkan bahwa diagnosis untuk kasus ini adalah epulis fibromatosa.
      Maintenance therapy kemudian dilakukan satu minggu kemudian dengan kontrol pasca perawatan gingivektomi. Hasil pemeriksaan subyektif didapatkan bahwa pasien masih terasa sedikit nyeri saat obat habis. Hasil pemeriksaan obyektif sudah tidak terdapat nodul pada regio gigi 42, 43 dan 44. Masih terlihat penurunan margin gingiva dan warna kemerahan pada area pasca gingivektomi. Hal ini normal terjadi karena masih dalam fase proliferasi. 12-24 jam setelah gingivektomi, sel epitel pinggiran luka mulai migrasi ke atas jaringan granulasi. Epitelisasi permukaan pada umumnya selesai setelah 5-14 hari. Selama 4 minggu pertama setelah gingivektomi keratinisasi akan berkurang, keratinisasi permukaan mungkin tidak tampak hingga hari ke 28-42 setelah gingivektomi. Repair epithel selesai sekitar satu bulan, repair jaringan ikat sekitar 7 minggu setelah gingivektomi. Vasodilatasi dan vaskularisasi mulai berkurang setelah keempat penyembuhan dan tampak hampir normal pada hari keenam belas. enam minggu setelah gingivektomi, gingiva tampak sehat, berwarna merah muda dan kenyal.10 Kontrol pasca perawatan gingivektomi dilakukan lima bulan kemudian. Hasil pemeriksaan subyektif menunjukkan pasien sudah merasa nyaman dan tidak memiliki keluhan. Hasil pemeriksaan obyektif menunjukkan tidak ada pembengkakan gingiva, tidak terdapat penurunan margin gingiva, gingiva berwarna pink dan memiliki kontur stipling.

KESIMPULAN
      Perawatan gingivektomi pada kasus epulis fibromatosa sudah dilaksanakan sesuai dengan treatment planing dan prognosis. Kontrol gingivektomi lima bulan kemudian menunjukkan keadaan gingiva kembali sehat dan normal.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Scully, C., Cawson R.A., 2012, Atlas Bantu Kedokteran Gigi: Penyakit Mulut, Hipokrate, Jakarta.
2.      Choudari, P., Kamble, P., Jadhav, A., Gingival Epulis: Report of Two Cases, Journal of Dental and Medical Sciences, 2013, Vol. 7 (3): 40-44.
3.      Dabholkar, J., Vora, K., Sikdar, A., Giant Fibrous Epulis, Indian J. Otolaryngol. Head Neck Surg, 2008, 60: 69-71.
4.      Dwiretno, T., Kusbandini, R., Sitanggang, A.S., Kemal, Y., 2001, Fibrous Epulis and Pyogenic Granuloma in The Dental Regions of The Teeth with Occlusal Interference, Dent. J, 778.
5.      Sumarta, N.P., Kamadjaja, D.B., 2009, Fibrous Epulis Associated with Impacted Lower Right Third Molar, Dent.J., 42(4): 172-174.
6.      Laskaris, G., 2014, Atlas Saku Penyakit Mulut, Edisi 2, EGC, Jakarta.
7.      Lynch, M.A., Brightman, V.J., Greenberg, M.S., 2008, Burket’s Oral Medecine, Edisi 8, BC Decker, Halminton.
8.      Manson, J.D. dan Eley, B.M., 2004, Buku Ajar Periodonti, ed 2, Hipocrates, Jakarta.
9.      Laura, M., David, A.M., Lorna, M., 2015, Kedokteran Gigi Klinik, Edisi 5, Jakarta: EGC.
10.  Ruhadi, I., Aini, I., Kekambuhan Gingivitis Hiperplasi Setelah Gingivektomi, Dent. J., 2005, Vol. 38 (3): 108-111. 

11.  Newman, Takei, Klokkevold, Carranza, 2012, Carranza’s Clinical Periodontology, ed 11, Elsevier, Amsterdam.

Sabtu, 16 April 2016

Persistensi

Persistensi adalah keadaan dimana gigi desidui sudah harus tanggal dan berganti dengan gigi permanen, akan tetapi gigi desidui belum juga tanggal. Tanda klinis dari keadaan ini adalah gigi desidui masih ada ketika gigi permanen muncul, sehingga akan tampak berlapis atau berjejal. Perawatan pada keadaan seperti ini adalah ekstraksi pada gigi persistensi.



Gb: gigi 71 persistensi
(Sumber: pribadi)

Pada kasus ini, pasien mengalami persistensi pada gigi 71 dengan tingkat kegoyahan derajat 2. sebulan sebelum jadwal pencabutan, gigi 71 sudah terlepas dari soketnya secara fisiologis sedangkan gigi 81 sudah terlihat gigi permanen di area lingual pasien. Instruksi kepada wali dan pasien untuk gigi 31 adalah dengan mendorong-dorong gigi menggunakan lidah, supaya gigi  kembali kepada tempatnya. Instruksi untuk gigi 81 adalah pencabutan dengan menggunakan anestesi infiltrasi karena kegoyahan gigi hanya derajat 1.


Gb: ekstraksi gigi 81 dengan anestesi infiltrasi
(Sumber: pribadi)


Gb: akar gigi 81 mengalami sedikit resorbsi
(Sumber: pribadi)

Rencana perawatan yang dilakukan pada gigi persistensi adalah dengan ekstraksi supaya tidak dapat bermanifestasi seperti maloklusi dan crowding pada gigi permanen. Pada kasus ini dilakukan ekstraksi gigi 81 dengan anestesi infiltrasi untuk menghindari rasa sakit saat ekstraksi atau pencabutan. Tahapan tindakan antara lain:
-Melakukan asepsis dengan povidone iodine
-Mengoleskan  topikal anestesi (benzocaine) pada area yang akan diinjeksi. Aplikasi topikal anestesi  sebelum dilakukan injeksi bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit saat insersi jarum sehingga      pasien tidak mengalami takut atau fobia pada jarum (blenophobia).
-Menginsersikan jarum menggunakan citoject dengan teknik intraligamen.
-Mengecek anestesi dengan ekskavator,
-Ekstraksi dengan menggunakan tang mahkota gigi desidui anterior rahang bawah dengan gerakan    rotasi.
-Pasien diinstruksikan untuk menggigit tampon.
-Instruksi pasca pencabutan kepada wali dan pasien: tidak bleh memainkan area bekas pencabutan  dengan menggunakan lidah atau tangan, tidak boleh makan dan minum yang panas selama 1 jam,  tidak boleh terlalu sering meludah atau menghisap-hisap area bekas pencabutan, menggigit tampon  selama 15 menit.

Kamis, 31 Maret 2016

Abnormalitas Jumlah Gigi



Abnormalitas jumlah gigi dibagi menjadi anodonsia, hipodonsia (oligodonsia) dan hiperdonsia. Anodonsia adalah tidak adanya seluruh gigi (anodonsia total). Hal ini jarang terjadi, lebih sering anodonsia sebagian. Tanda klinis dari anodonsia adalah gigi tidak tampak pada rahang padahal menurut usia seharusnya sudah tumbuh. Bila dilakukan foto rontgen tidak terlihat gambaran gigi terbenam, impaksi ataupun benih gigi. bila ternyata pada foto rontgen terdapat gigi atau benih gigi, maka kelainan tersebut disebut Pseudoanodonsia. Rencana perawatan yang dapat dilakukan adalah pembuatan gigi tiruan lepasan. Khusus untuk pasien anak, gigi tiruan diganti secara teratur sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hipodonsia (oligodonsia) adalah hilangnya perkembangan satu atau beberapa gigi. Prevalensi pada gigi desidui adalah 0,1-0,9% dan pada gigi permanen 3,5-6,5%. Terjadi lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki, sering kali disertai dengan ukuran gigi yang lebih kecil dibanding rata-rata ukuran gigi normal.
Hiperdonsia atau sering disebut dengan supernumerary teeth adalah keberadaan gigi yang secara normal tidak ada. Hiperdonsia disebabkan oleh berlanjutnya pembentukan benih gigi, proliferasi sel yang berlebih dan keturunan. Prevalensi pada gigi susu 0,8% dan gigi permanen 2%. Paling sering terjadi pada regio premolar dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Rencana perawatan yang dapat dilakukan adalah orthodontik atau ekstraksi bila hiperdonsia mengganggu.
Kasus berikut merupakan pasien hipodonsia (oligodonsia) pada gigi kaninus. Pasien berusia 13 tahun dengan jenis kelamin perempuan.



Gb. Hipodonsia
              (sumber: pribadi)





Gb. RO hipodonsia
(sumber: pribadi)