Sabtu, 16 April 2016

Persistensi

Persistensi adalah keadaan dimana gigi desidui sudah harus tanggal dan berganti dengan gigi permanen, akan tetapi gigi desidui belum juga tanggal. Tanda klinis dari keadaan ini adalah gigi desidui masih ada ketika gigi permanen muncul, sehingga akan tampak berlapis atau berjejal. Perawatan pada keadaan seperti ini adalah ekstraksi pada gigi persistensi.



Gb: gigi 71 persistensi
(Sumber: pribadi)

Pada kasus ini, pasien mengalami persistensi pada gigi 71 dengan tingkat kegoyahan derajat 2. sebulan sebelum jadwal pencabutan, gigi 71 sudah terlepas dari soketnya secara fisiologis sedangkan gigi 81 sudah terlihat gigi permanen di area lingual pasien. Instruksi kepada wali dan pasien untuk gigi 31 adalah dengan mendorong-dorong gigi menggunakan lidah, supaya gigi  kembali kepada tempatnya. Instruksi untuk gigi 81 adalah pencabutan dengan menggunakan anestesi infiltrasi karena kegoyahan gigi hanya derajat 1.


Gb: ekstraksi gigi 81 dengan anestesi infiltrasi
(Sumber: pribadi)


Gb: akar gigi 81 mengalami sedikit resorbsi
(Sumber: pribadi)

Rencana perawatan yang dilakukan pada gigi persistensi adalah dengan ekstraksi supaya tidak dapat bermanifestasi seperti maloklusi dan crowding pada gigi permanen. Pada kasus ini dilakukan ekstraksi gigi 81 dengan anestesi infiltrasi untuk menghindari rasa sakit saat ekstraksi atau pencabutan. Tahapan tindakan antara lain:
-Melakukan asepsis dengan povidone iodine
-Mengoleskan  topikal anestesi (benzocaine) pada area yang akan diinjeksi. Aplikasi topikal anestesi  sebelum dilakukan injeksi bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit saat insersi jarum sehingga      pasien tidak mengalami takut atau fobia pada jarum (blenophobia).
-Menginsersikan jarum menggunakan citoject dengan teknik intraligamen.
-Mengecek anestesi dengan ekskavator,
-Ekstraksi dengan menggunakan tang mahkota gigi desidui anterior rahang bawah dengan gerakan    rotasi.
-Pasien diinstruksikan untuk menggigit tampon.
-Instruksi pasca pencabutan kepada wali dan pasien: tidak bleh memainkan area bekas pencabutan  dengan menggunakan lidah atau tangan, tidak boleh makan dan minum yang panas selama 1 jam,  tidak boleh terlalu sering meludah atau menghisap-hisap area bekas pencabutan, menggigit tampon  selama 15 menit.

Kamis, 31 Maret 2016

Abnormalitas Jumlah Gigi



Abnormalitas jumlah gigi dibagi menjadi anodonsia, hipodonsia (oligodonsia) dan hiperdonsia. Anodonsia adalah tidak adanya seluruh gigi (anodonsia total). Hal ini jarang terjadi, lebih sering anodonsia sebagian. Tanda klinis dari anodonsia adalah gigi tidak tampak pada rahang padahal menurut usia seharusnya sudah tumbuh. Bila dilakukan foto rontgen tidak terlihat gambaran gigi terbenam, impaksi ataupun benih gigi. bila ternyata pada foto rontgen terdapat gigi atau benih gigi, maka kelainan tersebut disebut Pseudoanodonsia. Rencana perawatan yang dapat dilakukan adalah pembuatan gigi tiruan lepasan. Khusus untuk pasien anak, gigi tiruan diganti secara teratur sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hipodonsia (oligodonsia) adalah hilangnya perkembangan satu atau beberapa gigi. Prevalensi pada gigi desidui adalah 0,1-0,9% dan pada gigi permanen 3,5-6,5%. Terjadi lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki, sering kali disertai dengan ukuran gigi yang lebih kecil dibanding rata-rata ukuran gigi normal.
Hiperdonsia atau sering disebut dengan supernumerary teeth adalah keberadaan gigi yang secara normal tidak ada. Hiperdonsia disebabkan oleh berlanjutnya pembentukan benih gigi, proliferasi sel yang berlebih dan keturunan. Prevalensi pada gigi susu 0,8% dan gigi permanen 2%. Paling sering terjadi pada regio premolar dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Rencana perawatan yang dapat dilakukan adalah orthodontik atau ekstraksi bila hiperdonsia mengganggu.
Kasus berikut merupakan pasien hipodonsia (oligodonsia) pada gigi kaninus. Pasien berusia 13 tahun dengan jenis kelamin perempuan.



Gb. Hipodonsia
              (sumber: pribadi)





Gb. RO hipodonsia
(sumber: pribadi)